Terungkap, DJ Populer di Radio Australia Selama Ini Ternyata adalah AI

5/1/20254 min baca

DJ Thy
DJ Thy

Dunia penyiaran radio di Australia baru-baru ini dikejutkan oleh pengungkapan mengejutkan dari stasiun radio CADA, yang mengakui bahwa salah satu pembawa acaranya yang populer, DJ Thy, ternyata bukan manusia, melainkan kecerdasan buatan (AI). Pengakuan ini telah memicu gelombang reaksi dari pendengar dan memunculkan pertanyaan besar tentang transparansi serta etika dalam penggunaan teknologi AI di industri media. Kisah ini tidak hanya menjadi sorotan di Australia, tetapi juga mencuri perhatian dunia karena menandakan pergeseran signifikan dalam cara kita mengonsumsi konten siaran.

Thy: DJ AI yang Memikat Hati Pendengar

CADA, yang merupakan bagian dari Australian Radio Network (ARN Media), memperkenalkan DJ Thy sebagai pembawa acara dalam program bertajuk Workdays with Thy. Program ini disiarkan setiap hari kerja dari pukul 11 pagi hingga 3 sore, menampilkan lagu-lagu populer dari seluruh dunia yang telah dikurasi oleh pakar musik. Dengan gaya penyiaran yang ramah dan pilihan musik yang sesuai selera, Thy berhasil menarik perhatian hingga 72.000 pendengar per Maret 2025, menurut laporan resmi dari CADA yang dikutip oleh The Sydney Morning Herald.

Namun, di balik popularitasnya, ada rahasia yang tersimpan: Thy adalah AI yang dikembangkan menggunakan teknologi canggih dari ElevenLabs, sebuah perusahaan spesialis kloning suara. Teknologi ini memungkinkan penciptaan suara yang sangat realistis, bahkan menipu pendengar yang mengira mereka sedang mendengarkan manusia. Menariknya, suara dan kepribadian Thy dirancang berdasarkan seorang karyawan ARN Media yang nyata, memberikan sentuhan autentik yang semakin memperkuat ilusi tersebut.

Pengungkapan yang Mengejutkan

Pengungkapan bahwa Thy adalah AI tidak terjadi secara sukarela pada awalnya. Spekulasi mulai muncul di kalangan pendengar dan media setelah beberapa kejanggalan terdeteksi. Stephanie Coombes, jurnalis dari newsletter The Carpet, menjadi salah satu yang pertama kali mencurigai identitas Thy. Dalam investigasinya, ia mencatat bahwa Thy tidak memiliki kehadiran di media sosial atau biografi resmi—hal yang tidak biasa untuk seorang DJ populer. Analisis lebih lanjut terhadap rekaman siaran mengungkapkan pola pengulangan frasa tertentu, seperti "old school," yang terdengar identik di berbagai episode, menambah kecurigaan bahwa suara tersebut bukan manusia.

Setelah tekanan dari publik dan media, CADA akhirnya mengonfirmasi bahwa Thy memang AI. Pengakuan ini, meskipun jujur, memicu reaksi beragam. Banyak pendengar merasa tertipu karena tidak diberi tahu sejak awal, sementara yang lain mengapresiasi inovasi teknologi yang ditawarkan. Namun, satu hal yang jelas: kurangnya transparansi menjadi pusat kontroversi ini.

Reaksi dan Kritik dari Publik

Reaksi terhadap pengungkapan ini sangat keras di kalangan pendengar dan profesional industri. Teresa Lim, Wakil Presiden Asosiasi Aktor Suara Australia, mengecam pendekatan CADA yang tidak terbuka. Dalam pernyataannya kepada The Sydney Morning Herald, ia menyerukan adanya regulasi yang mewajibkan pengungkapan penggunaan AI dalam siaran. "Pendengar Australia berhak mendapatkan kejujuran. Mereka tidak seharusnya dibuat percaya pada sesuatu yang ternyata tidak nyata," ujarnya.

Di media sosial seperti X, sentimen publik terbagi. Beberapa pengguna memuji CADA atas inovasinya, menyebutnya sebagai langkah maju dalam penyiaran modern. Namun, banyak pula yang mempertanyakan etika di balik keputusan untuk menyembunyikan fakta bahwa Thy adalah AI, dengan salah satu pengguna menulis, "Ini keren, tapi pendengar harus tahu apakah mereka mendengarkan manusia atau mesin."

Tren AI dalam Dunia Radio

CADA bukan pelopor pertama dalam penggunaan DJ AI di Australia. Sebelumnya, Disrupt Radio di Melbourne telah secara terbuka memperkenalkan Debbie Disrupt, seorang DJ AI yang menjadi bagian dari identitas stasiun tersebut. Di luar negeri, stasiun radio di Portland, Amerika Serikat, juga telah meluncurkan AI Ashley, yang dimodelkan berdasarkan pembawa acara manusia. Bahkan, stasiun FBFF Live 95.5 diketahui telah bereksperimen dengan teknologi serupa.

Namun, yang membedakan kasus CADA adalah pendekatan rahasianya. Sementara Disrupt Radio dan stasiun lain memilih untuk transparan tentang penggunaan AI, CADA justru membiarkan pendengarnya dalam ketidaktahuan selama berbulan-bulan. Hal ini menambah intensitas perdebatan tentang bagaimana teknologi ini seharusnya diintegrasikan ke dalam media.

Implikasi Etis dan Masa Depan AI di Media

Penggunaan AI dalam radio, seperti yang ditunjukkan oleh kasus Thy, membawa serta berbagai pertimbangan etis. Di satu sisi, teknologi ini menawarkan efisiensi dan penghematan biaya bagi stasiun radio. AI dapat bekerja tanpa henti, tidak memerlukan gaji, dan mampu menyesuaikan diri dengan preferensi pendengar melalui analisis data. Namun, di sisi lain, kurangnya pengungkapan dapat merusak kepercayaan audiens—elemen kunci dalam hubungan antara media dan pendengarnya.

Para ahli berpendapat bahwa transparansi adalah kunci untuk menyeimbangkan manfaat teknologi dengan integritas jurnalistik. "AI memiliki potensi besar, tetapi tanpa kejelasan, kita berisiko kehilangan kepercayaan publik," kata Dr. Emily Carter, seorang pakar media dari University of Sydney, dalam wawancara dengan ABC News. Ia juga menambahkan bahwa kasus ini bisa menjadi titik balik bagi regulasi AI di industri kreatif.

Sementara itu, teknologi seperti yang dikembangkan oleh ElevenLabs terus berkembang pesat. Kemampuan untuk menciptakan suara yang nyaris tidak dapat dibedakan dari manusia membuka peluang baru, tetapi juga menimbulkan tantangan. Apakah pendengar akan menerima AI sebagai bagian dari pengalaman mendengarkan mereka, atau akankah mereka menuntut keaslian manusia? Pertanyaan ini masih belum terjawab.

Dampak Jangka Panjang bagi Industri Radio

Kejadian ini kemungkinan akan meninggalkan jejak permanen pada industri radio, baik di Australia maupun secara global. Dengan semakin banyaknya stasiun yang tertarik pada AI, tekanan untuk menetapkan pedoman etika dan hukum akan meningkat. Beberapa negara mungkin akan mengikuti saran Teresa Lim untuk membuat undang-undang yang mewajibkan pengungkapan penggunaan AI dalam konten siaran, mirip dengan aturan yang mulai diterapkan dalam jurnalisme berbasis AI.

Di sisi teknologi, kemajuan seperti yang ditunjukkan oleh ElevenLabs menunjukkan bahwa batas antara manusia dan mesin akan semakin kabur. Ini bisa menjadi peluang bagi stasiun radio untuk berinovasi, tetapi juga ancaman bagi pekerjaan tradisional seperti aktor suara dan penyiar. Bagaimanapun, kasus Thy telah membuktikan bahwa AI bukan lagi sekadar konsep futuristik—ia sudah ada di antara kita, memutar lagu dan berbicara kepada ribuan orang setiap hari.

Kesimpulan

Pengungkapan bahwa DJ Thy adalah AI telah membuka kotak Pandora dalam dunia penyiaran. Ini adalah cerita tentang inovasi yang bertabrakan dengan ekspektasi publik, dan tentang bagaimana teknologi dapat mengubah cara kita berinteraksi dengan media. Meskipun Thy mungkin telah memikat pendengar dengan suaranya yang halus dan pilihan musiknya yang cerdas, kontroversi ini mengingatkan kita bahwa kepercayaan adalah mata uang yang tak ternilai dalam industri ini. Ke depannya, stasiun radio dan outlet media lainnya harus belajar dari kasus ini, memastikan bahwa kemajuan teknologi diimbangi dengan kejujuran dan tanggung jawab kepada audiens mereka.