The Fed Tahan Suku Bunga di Tengah Perang Dagang dan Konflik Timur Tengah

6/19/20252 min baca

Jerome Powell the fed
Jerome Powell the fed

Jakarta, 19 Juni 2025 – The Federal Reserve (The Fed) kembali mempertahankan suku bunga acuan di kisaran 4,25% hingga 4,50% dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) yang digelar pada Kamis, 19 Juni 2025, dini hari waktu Indonesia. Keputusan ini merupakan yang keempat kalinya secara berturut-turut sejak Desember 2024, menegaskan pendekatan hati-hati The Fed dalam menghadapi dinamika ekonomi global yang penuh ketidakpastian.

Alasan di Balik Keputusan The Fed

Keputusan untuk menahan suku bunga ini didorong oleh dua faktor utama: ketidakpastian akibat kebijakan perdagangan dan fiskal Presiden Donald Trump serta eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Pemerintahan Trump baru-baru ini menangguhkan penerapan tarif resiprokal selama 90 hari sebagai bagian dari strategi negosiasi dagang dengan sejumlah negara. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, menyatakan bahwa penundaan ini bertujuan untuk memberikan ruang bagi kesepakatan dagang yang lebih menguntungkan, meskipun hal ini masih memunculkan spekulasi di kalangan pelaku pasar.

Sementara itu, konflik di Timur Tengah, terutama antara Israel dan Iran, telah memicu lonjakan harga minyak global. Ketua The Fed, Jerome Powell, dalam konferensi pers pasca-pertemuan FOMC, mengakui bahwa gangguan pasokan energi akibat konflik ini dapat memengaruhi inflasi di AS dalam jangka pendek. Namun, ia menegaskan bahwa The Fed akan terus memantau data ekonomi sebelum mengambil langkah lebih lanjut. "Kami berada di posisi untuk bersabar dan melihat bagaimana kebijakan domestik serta ketegangan global berkembang," ujar Powell.

Kondisi Ekonomi AS: Antara Stabilitas dan Tantangan

Di dalam negeri, ekonomi AS menunjukkan kondisi yang beragam. Inflasi berhasil dikendalikan di bawah target 2%, memberikan ruang bagi The Fed untuk tidak terburu-buru menaikkan suku bunga. Pasar tenaga kerja juga tetap resilien, meskipun tingkat pengangguran mengalami kenaikan ringan dalam beberapa bulan terakhir. Di sisi lain, harga barang pokok seperti bahan pangan dan energi mulai menunjukkan tren kenaikan, yang sebagian dipicu oleh gangguan rantai pasok global akibat ketegangan geopolitik.

Powell menambahkan bahwa The Fed akan terus mengevaluasi dampak kebijakan tarif Trump terhadap perekonomian AS. Penundaan tarif selama 90 hari ini, meskipun disambut positif oleh beberapa sektor, masih meninggalkan ketidakpastian bagi industri yang bergantung pada impor, seperti manufaktur dan ritel.

Respons Pasar Cryptocurrency

Di tengah ketidakpastian ini, pasar cryptocurrency justru menunjukkan tanda-tanda optimisme. Dalam 24 jam terakhir, kapitalisasi pasar crypto mengalami kenaikan sebesar 0,35%, menurut data CoinMarketCap. Aset digital teratas seperti Bitcoin (BTC) mencatat kenaikan 0,28% ke level US$104.413, sementara Ethereum (ETH) naik 0,86% menjadi US$2.499. Kenaikan ini menunjukkan bahwa investor mungkin beralih ke aset alternatif sebagai lindung nilai di tengah volatilitas ekonomi global.

Analis pasar menilai bahwa stabilitas suku bunga The Fed memberikan sinyal positif bagi pasar crypto, yang sering kali sensitif terhadap perubahan kebijakan moneter. "Ketidakpastian dari perang dagang dan konflik Timur Tengah mendorong investor mencari safe haven di luar aset tradisional," kata seorang analis dari FXStreet.

Sinkronisasi dengan Bank Indonesia

Keputusan The Fed ini juga selaras dengan langkah Bank Indonesia (BI), yang pada Rabu, 18 Juni 2025, memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di level 5,5%. Sinkronisasi ini mencerminkan respons kolektif bank sentral terhadap tantangan ekonomi global, termasuk perlambatan pertumbuhan dan risiko inflasi yang dipicu oleh harga energi.

Outlook ke Depan

Dengan mempertahankan suku bunga, The Fed tampaknya mengambil posisi wait-and-see untuk menilai dampak jangka panjang dari kebijakan Trump dan konflik di Timur Tengah. Beberapa ekonom memprediksi bahwa The Fed mungkin akan mempertimbangkan penurunan suku bunga sebanyak dua kali pada 2025, tergantung pada perkembangan data ekonomi dan stabilitas geopolitik.

Sementara itu, pasar akan terus mencermati langkah negosiasi dagang AS serta potensi eskalasi konflik yang dapat mengganggu perekonomian global. Keputusan The Fed ini, meskipun konservatif, diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi AS di tengah badai ketidakpastian.