Trump Pangkas Tarif Farmasi AS Hingga 80%, Saham Asia Terpuruk

5/12/20253 min baca

a pile of pills sitting next to each other on top of a table
a pile of pills sitting next to each other on top of a table

Jakarta, 12 Mei 2025 – Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengumumkan rencana penandatanganan perintah eksekutif untuk memangkas tarif obat-obatan di AS sebesar 30% hingga 80%. Pengumuman ini, yang diposting melalui Truth Social pada Senin (12/05) dini hari waktu setempat, langsung mengguncang pasar saham Asia, terutama sektor farmasi. Dalam 24 jam, saham perusahaan farmasi besar di Asia jatuh tajam, mencerminkan kekhawatiran investor terhadap dampak kebijakan ini pada pasar global.

Trump menyatakan, “Saya akan menandatangani salah satu Perintah Eksekutif yang paling penting dalam sejarah negara kita. Harga Obat Resep dan Farmasi akan dikurangi, segera, sebesar 30% hingga 80%.” Langkah ini bertujuan menekan biaya obat di AS, yang terkenal mahal dibandingkan negara lain. Namun, kebijakan ini juga memicu ketidakpastian di kalangan pelaku pasar, khususnya di Asia, yang merupakan pusat produksi farmasi global.

Guncangan di Pasar Saham Asia

Reaksi pasar saham Asia terhadap pengumuman ini sangat cepat dan signifikan. Di Jepang, Chugai Pharmaceutical mencatat penurunan saham sebesar 7,2%, sementara Daiichi Sankyo dan Takeda Pharmaceutical masing-masing turun 5%. Di Korea Selatan, SK Biopharmaceuticals dan Samsung Biologics juga terpukul dengan penurunan lebih dari 3%. Penurunan ini menunjukkan sentimen negatif investor terhadap potensi gangguan rantai pasok dan berkurangnya daya saing produk farmasi Asia di pasar AS.

Analis pasar memperkirakan bahwa pengurangan tarif ini dapat meningkatkan kompetisi dari produk farmasi AS, yang mungkin menjadi lebih murah dan menarik bagi konsumen domestik. Hal ini mengancam posisi perusahaan Asia yang selama ini mengandalkan ekspor ke AS sebagai sumber pendapatan utama.

Makna Pemangkasan Tarif 30% hingga 80%

Pemangkasan tarif sebesar 30% hingga 80% berarti pengurangan besar-besaran biaya impor obat-obatan ke AS atau biaya produksi domestik yang sebelumnya dibebani tarif tinggi. Saat ini, tarif farmasi di AS bervariasi tergantung jenis produk dan asal impornya, tetapi pengurangan sebesar ini belum pernah terjadi sebelumnya. Jika diterapkan, kebijakan ini bisa menurunkan harga obat resep bagi konsumen AS, sekaligus mendorong perusahaan farmasi asing untuk memindahkan produksi ke AS guna menghindari tarif impor yang tersisa.

Namun, langkah ini juga memunculkan pertanyaan tentang feasibility dan dampak jangka panjangnya. Analis dari BMO Capital Markets, Evan Seigerman, menyatakan, “Rantai pasok farmasi sangat kompleks. Pemindahan produksi ke AS tidak akan terjadi dalam semalam, dan tarif ini mungkin hanya bersifat sementara jika Kongres bertindak cepat.”

Dampak Global dan Kekhawatiran Pasar

Asia, khususnya India dan Jepang, memainkan peran besar dalam industri farmasi global. India, misalnya, menyumbang sebagian besar obat generik yang diekspor ke AS. Menurut analisis internal India, kebijakan tarif Trump dapat memengaruhi 87% ekspor India ke AS, senilai US$66 miliar, dengan sektor farmasi dan otomotif menjadi yang paling terdampak. Citi Research memprediksi kerugian tahunan India bisa mencapai US$7 miliar akibat kebijakan ini.

Di Eropa, saham perusahaan farmasi seperti AstraZeneca, GSK, dan Novartis turun antara 5% dan 6,5%, menunjukkan bahwa dampak kebijakan ini meluas ke luar Asia. Ekspor farmasi Uni Eropa ke AS pada 2023 mencapai 90 miliar euro (US$97 miliar), menurut Eurostat, dan tarif baru bisa mengganggu keseimbangan perdagangan ini.

Di AS sendiri, perusahaan farmasi besar seperti Pfizer, Merck, dan Eli Lilly mengalami penurunan saham antara 3% dan 6% dalam perdagangan pra-pasar, mencerminkan ketidakpastian investor domestik terhadap perubahan ini.

Implikasi Jangka Panjang

Meskipun reaksi awal pasar bersifat negatif, beberapa analis melihat potensi manfaat jangka panjang. Pengurangan tarif bisa mendorong inovasi di industri farmasi AS dan menurunkan harga obat bagi konsumen. Namun, tantangannya besar: membangun fasilitas produksi baru di AS diperkirakan membutuhkan biaya US$2 miliar per situs dan waktu hingga lima tahun, menurut Bernstein.

Di sisi lain, kebijakan ini juga memicu kekhawatiran tentang perang dagang global. The New York Times memperingatkan bahwa tarif besar-besaran bisa memicu resesi global jika tidak dikelola dengan baik. Industri farmasi, yang bergantung pada rantai pasok internasional, sangat rentan terhadap gangguan semacam ini.

Konteks Politik dan Historis

Donald Trump dikenal dengan kebijakan proteksionisnya selama masa kepresidenan sebelumnya, termasuk tarif pada barang impor dari China. Pengumuman ini konsisten dengan pendekatan “America First” yang ia janjikan. Namun, kebijakan serupa di masa lalu, seperti tarif baja pada 2018, menunjukkan hasil campuran: harga domestik naik dan beberapa industri lokal mendapat manfaat, tetapi perdagangan global terganggu.

Kesimpulan

Pengumuman Trump tentang pemangkasan tarif farmasi sebesar 30% hingga 80% telah menciptakan gelombang kejut di pasar saham Asia dan global. Sementara tujuannya adalah menurunkan biaya obat di AS, dampaknya terhadap rantai pasok, daya saing perusahaan farmasi, dan ekonomi dunia masih penuh ketidakpastian. Dengan saham perusahaan seperti Chugai, Takeda, dan SK Biopharmaceuticals anjlok, dunia kini menantikan detail implementasi kebijakan ini dan respons dari pemerintah serta industri global.