Vietnam Berhasil Turunkan Tarif Trump ke 20%: Bagaimana Bisa?

7/8/20253 min baca

city skyline during night time
city skyline during night time

Jakarta, 8 Juli 2025 – Vietnam telah mencapai kesuksesan besar dalam diplomasi perdagangan dengan Amerika Serikat (AS), berhasil menegosiasikan penurunan tarif impor dari 46% menjadi 20%. Kesepakatan ini diumumkan setelah berbulan-bulan negosiasi intensif, memberikan kelegaan bagi ekonomi Vietnam yang sangat bergantung pada ekspor ke AS. Sebagai imbalannya, Vietnam menghapuskan tarif terhadap barang-barang AS, menciptakan akses pasar bebas tarif untuk produk AS. Namun, setiap pengiriman ulang (transshipment) melalui Vietnam dari negara ketiga akan dikenakan tarif 40%, sebuah langkah untuk membatasi penggunaan Vietnam sebagai jalur penghindaran tarif, khususnya oleh China. Kesepakatan ini langsung memengaruhi pasar, dengan dong Vietnam menguat ke level 26.125 terhadap dolar AS dan indeks saham naik 0,48%.

Proses Negosiasi yang Alot

Negosiasi ini dimulai setelah AS, di bawah kebijakan "Liberation Day" era kedua Donald Trump, mengumumkan tarif 46% terhadap ekspor Vietnam pada April 2025. Vietnam, yang mengekspor barang senilai miliaran dolar ke AS setiap tahun, menghadapi ancaman serius terhadap perekonomiannya. Menurut data dari Kantor Perwakilan Dagang AS (USTR), ekspor Vietnam ke AS mencapai lebih dari $100 miliar pada 2024, terutama di sektor tekstil, elektronik, dan alas kaki. Penangguhan tarif selama 90 hari memberikan waktu bagi Hanoi dan Washington untuk mencapai kesepakatan.

Pihak Vietnam, dipimpin oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nguyen Hong Dien, berfokus pada argumen bahwa tarif tinggi akan merugikan kedua belah pihak, termasuk konsumen AS yang bergantung pada barang murah dari Vietnam. Sementara itu, AS menekankan isu transshipment, di mana barang China diduga masuk ke AS melalui Vietnam untuk menghindari tarif yang lebih tinggi terhadap China. Hasilnya, pada 2 Juli 2025, kedua negara menyepakati tarif 20% untuk ekspor Vietnam ke AS, tarif nol untuk produk AS ke Vietnam, dan tarif 40% untuk barang transshipment.

Strategi Vietnam dalam Negosiasi

Keberhasilan Vietnam tidak lepas dari pendekatan strategisnya. Hanoi memanfaatkan posisinya sebagai mitra dagang utama AS di ASEAN dan menonjolkan peran pentingnya dalam rantai pasok global. “Vietnam telah menjadi alternatif utama bagi perusahaan yang meninggalkan China sejak perang dagang dimulai,” kata analis perdagangan dari Bloomberg. Selain itu, Vietnam berjanji untuk meningkatkan pengawasan terhadap transshipment, termasuk memperketat aturan asal barang (rules of origin), yang meyakinkan AS untuk menurunkan tarif.

Dampak Ekonomi bagi Vietnam

Penurunan tarif ini memberikan angin segar bagi sektor ekspor Vietnam. Dr. Nguyen Khac Giang dari ISEAS Yusof Ishak Institute menjelaskan, “Vietnam adalah pusat manufaktur, dan sebagai pusat, Anda mengambil masukan dari negara lain dan membuat barang bernilai tambah di Vietnam, lalu mengekspornya ke negara lain.” Dengan tarif 20%, barang seperti pakaian, elektronik, dan furnitur tetap kompetitif di pasar AS. Data dari Kementerian Perencanaan dan Investasi Vietnam memperkirakan kesepakatan ini dapat meningkatkan pertumbuhan PDB sebesar 0,5% pada 2026.

Namun, ketentuan transshipment menimbulkan tantangan. Perusahaan yang mengimpor komponen dari China harus membuktikan bahwa barang mereka diproduksi secara substansial di Vietnam untuk mendapatkan tarif 20%. Hal ini mendorong investasi dalam produksi lokal, tetapi juga meningkatkan biaya kepatuhan bagi eksportir.

Di sisi lain, masuknya barang AS tanpa tarif dapat memperluas pilihan konsumen Vietnam dan menarik investasi AS. Perusahaan seperti Apple dan Nike, yang sudah memiliki basis produksi di Vietnam, mungkin mempertimbangkan ekspansi lebih lanjut untuk memanfaatkan akses pasar dua arah ini.

Reaksi Pasar dan Regional

Pasar keuangan Vietnam menyambut baik kesepakatan ini. Dong menguat dari 26.300 menjadi 26.125 terhadap dolar AS dalam hitungan jam setelah pengumuman, sementara indeks saham VN-Index naik 0,48%, dipimpin oleh saham-saham ekspor. “Investor melihat ini sebagai sinyal stabilitas hubungan dagang Vietnam-AS,” kata seorang analis dari Reuters.

Namun, di tingkat regional, kesepakatan ini memicu kekhawatiran. ASEAN, yang selama ini berupaya membentuk front bersatu melawan kebijakan tarif AS, kini menghadapi risiko perpecahan. “Kesepakatan bilateral Vietnam melemahkan solidaritas ASEAN,” tulis Nikkei Asia. Negara seperti Indonesia dan Malaysia khawatir AS akan menekan mereka dengan tarif yang lebih tinggi jika tidak mengikuti langkah Vietnam.

Konteks Global: Vietnam sebagai Pusat Manufaktur

Sejak perang dagang AS-China dimulai, Vietnam telah menjadi penerima manfaat utama dari pergeseran rantai pasok. Menurut The Wall Street Journal, investasi asing langsung (FDI) ke Vietnam melonjak 15% pada 2024, sebagian besar dari perusahaan yang meninggalkan China. Kesepakatan ini memperkuat posisi Vietnam sebagai pusat manufaktur alternatif, tetapi tarif transshipment 40% dapat memaksa perusahaan untuk mempercepat relokasi penuh produksi mereka ke Vietnam, bukan hanya menggunakan negara ini sebagai titik transit.

Tantangan dan Peluang ke Depan

Meski menguntungkan, kesepakatan ini bukan tanpa risiko. Vietnam harus menyeimbangkan hubungan dengan AS dan China, mitra dagang terbesarnya, agar tidak terjebak dalam persaingan geopolitik. Selain itu, peningkatan produksi lokal untuk menghindari tarif transshipment membutuhkan investasi besar dalam infrastruktur dan tenaga kerja terampil.

Di sisi lain, peluangnya besar. Dengan hubungan dagang yang lebih stabil dengan AS, Vietnam dapat menarik lebih banyak perusahaan global dan mempercepat transformasi ekonominya dari ekonomi berbasis tenaga kerja menjadi ekonomi berbasis teknologi.

Kesimpulan

Keberhasilan Vietnam menurunkan tarif AS dari 46% menjadi 20% menunjukkan kecerdasan diplomasi dan ketahanan ekonominya. Kesepakatan ini tidak hanya melindungi ekspor Vietnam tetapi juga membuka pintu bagi investasi dan perdagangan dua arah dengan AS. Namun, tantangan seperti transshipment dan dinamika ASEAN tetap perlu diperhatikan. Dalam konteks global, Vietnam semakin kokoh sebagai pusat manufaktur, siap memanfaatkan peluang sekaligus menghadapi risiko di panggung dunia.